Alexis Geizzo
Aku memarahi
diriku sendiri, lahir sebagai anak laki-laki tak membuatku bisa hidup sesuai
dengan kemauanku sendiri, aku harus ikut kemauan kakakku yang seorang perempuan,
sialnya, sekarang ia ingin pindah kuliah,dari Bogor ke Surabaya,
“kak aku tak
bisa meninggalkan Bogor begitu saja”
Kataku pada kak
Ovi
“sudahlah Alex,
ini keputusan terakhir mami sama papi”
Sahut kakakku
dan meninggalkanku di teras sendiri, aku heran dengan kak Ovi, kenapa harus
Pindah ke Surabaya, ke Jakarta kan bisa.
Lavendie Riecha
Aku keluar dari
resto oma dan menuju sekolah tercintaku.
“Die, bisa nggak
anterin aku ke perpus?”
Tanya Zaffi
seraya menarik tanganku
“udah mau bel
nih, ntar aja deh”
Tolakku, Zaffi
langsung ngambek, dengan terpaksa aku mengantarnya ke perpus.
Dalam perjalanan
ke perpus karena begitu buru-buru, aku menabrak seorang cowok
“ma....”
“loe taruh mana
mata loe, nggak lihat gue jalan?”
Bentaknya, aku
langsung kaget, rencanaku untuk minta maaf pun terhenti.
“daridulu
tempatnya mata tuh ya di muka, dan bukan aku yang naruh mataku disini”
Sahutku kesal
“Die, ngapain
kamu disana? Ayo buruan”
Ajak Zaffi, aku
hendak pergi namun tangan cowok itu menahanku
“mau kemana loe?
Udah nabrak nggak mau minta maaf lagi”
Tanya cowok itu,
keren sih keren tapi sadis bener gitu. Zaffi kembali ke arahku.
“emmm, kamu anak
baru ya?”
Tanya Zaffi
spontan, “kenalin aku Zaffi, dan ini.....”
“udahlah Zaf,
ngapain kenalan sama cowok belagu kayak dia, ayo buruan ke perpus”
Ajakku pada
Zaffi,
“dia keren
banget Die, kamu sih, jadi nggak tahu namanya kan...”
Keluh Zaffi
kecewa,
“namanya Alexis,
keren dari mana?”
Sungutku kesal,
seraya masuk perpus dan meminjam buku yang diperlukan Zaffi.
“nah tuh, mata
kamu itu emang bukan mata cewek kok Die, dia itu keren banget”
Celoteh
Zaffi,”tahu darimana namanya Alexis?”
“dari nama di
seragamnya, udah ah ayo”
Ajakku, kami pun
kembali ke kelas.
“anak-anak di
kelas kalian ada anak baru, silahkan perkenalkan dirimu”
Kata bu Devi,
wali kelasku, aku kaget, cowok belagu itu sekelas sama aku
“nama saya
Alexis Geizzo, cukup panggil alex”
Katanya dengan
penuh pesona.
Perintah bu
Devi, mungkin memang sial dia memilih bangku di sampingku yang kebetulan
kosong.
“ngapain kamu
disini? Masih banyak kursi yang kosong kan?”
Kataku kesal,
“terserah gue,
ini bukan bangku milik nenek moyang loe kan?”
Jawabnya puas
bisa marah padaku,”loe masih hutang maaf padaku”
“maaf? Nggak
salah denger nih? Bukannya kamu yang harusnya minta maaf? Kamu tu cowok kenapa
duduk sama cewek”
Sungutku kesal,
“loe yang nabrak
kenapa harus gue yang minta maaf? Bukannya loe cowok?”
“OK aku minta
maaf, dan sekarang pergi, sebab aku adalah seorang cewek,”
Sahutku,
mengalah, dia malah diam seperti tak berharap aku mengucapkan kata maaf
padanya,
“Nama loe siapa?
Kayaknya nggak ada yang duduk sama lawan jenis deh di kelas ini”
Tanyanya serius
seraya mengitarkan pandangan,
“kecuali kita”
Sahutku kesal,
“gue nggak
percaya loe cewek, di lihat dari atas monas pun loe kelihatan cowok”
Aku tak sanggup
menahan amarah, tamparanku langsung mengayun dengan indah di pipinya yang
mulus, semua mata menatap kami,
“Apa salah dia
Die? Kok kamu kasar banget? Setahuku kamu nggak pernah marah”
Heran Putra,
cowok yang duduk di bangku depanku,
“kecuali sama
dia, cowok nggak tahu diri”
Jawabku masih
kesal.
{Alexis Geizzo{
“tumben kamu
berangkat pagi banget?”
Heran Adif, aku
hanya tersenyum kecil.
“gue males
dirumah, kakak gue pergi pagi buta sama temennya”
Jawabku, Adif
memberikan sebuah amplop padaku dari covernya sudah terlihat kalau itu surat
cinta.
“masih zaman
pakai surat ya hari gini”
“nggak ada yang
punya nomer ponsel mu”
Sahut adif, aku
langsung membuka isi amplop tersebut sebuah kertas berwarna putih ungu, sama
seperti warna amplopnya langsung menyapaku.
{ku menatapmu yang penuh misteriTerbayang wajahmu yang begitu
memukau
Kau tak sempurna, namun kau mampu menyempurnakan hatiku yang
bahagia
Ku telah jatuh di hatimu, tak kuasa untuk beranjak pergi
Aku mencintaimu Alexis{
Viecha
0 comments:
Post a Comment